Turun Gunung: Dharmaśūnya dalam Tradisi Jawa

Translated title of the contribution: Down from the Mountain: Dharmaśūnya in the Javanese tradition

Research output: Contribution to conferencePaperpeer-review

Abstract

Kakawin Dharmaśūnya memiliki tempat yang istimewa bagi para pembacanya. Almarhum I.B.M. Dharma Palguna (1993 & 1999) pernah melakukan studi mendalam terhadap kakawin ini. Walaupun demikian, kajian Palguna terfokus kepada sumber-sumber Bali. Ternyata selain di Bali, kakawin Dharmaśūnya juga mendapat sambutan hangat di lingkungan sastra Jawa terutama pada periode yang disebut oleh Th. Pigeaud (1967)—walaupun istilah ini nantinya masih perlu ditanggapi secara kritis lagi—sebagai periode “Renaisans Sastra Jawa Klasik”. Karya-karya sastra Jawa Kuno digubah ulang dan ditransformasikan ke dalam karya dengan bentuk formal yang disesuaikan dengan estetika sastra pada masanya. Para pujangga keraton Surakarta memainkan peran penting dalam proses “kelahiran kembali” tersebut, terutama Yasadipura II (wafat 1844 Masehi). Pujangga besar itu menghasilkan Sĕrat Darmasonya yang merupakan transformasi kakawin Dharmaśūnya dalam bentuk tĕmbang.

Pertanyaan yang sering diajukan: dari mana para pujangga keraton itu mengakses sumber-sumber teks karya sastra Jawa Kuno? Kajian I Kuntara Wiryamartana (1990) terhadap sambutan teks Arjunawiwāha di lingkungan sastra Jawa, setidaknya telah memberi petunjuk penting. Sumber-sumber yang digunakan oleh para pujangga tersebut bukan berasal dari Bali—lokus yang diyakini sebagai tempat karya sastra Jawa Kuno dilestarikan. Sumber-sumber itu berasal dari skriptoria Merapi-Merbabu di Jawa Tengah. Oleh karena itu, kesinambungan tradisi sastra Jawa Kuno di Jawa memiliki “jalan” sendiri. Jalan itu seringkali berbeda dari tradisi Bali. Pernyataan-pernyataan tersebut selanjutnya menjadi asumsi dasar bagi kajian ini, sebab teks kakawin Dharmaśūnya juga pernah hidup di skriptoria Merapi-Merbabu.

Melalui kajian filologis yang mendasarkan kerja kepada genealogi, kesejarahan, dan metode perbandingan (Turner, 2000), kajian ini mengamati sejarah teks Dharmaśūnya dalam tradisi Jawa. Edisi teks kakawin Dharmaśūnya Merapi-Merbabu yang diupayakan Styan Lintang Sumiwi (2019) memiliki nilai penting, terutama setelah dibandingkan dengan teks Sĕrat Darmasonya (naskah SB Berlin Or. Oct. 3993). Antara Sĕrat Darmasonya Yasadipuran dan Dharmaśūnya Merapi-Merbabu mungkin terpaut jairak budaya yang relatif jauh. Akan tetapi terdapat mata-rantai penghubung antara kedua tradisi itu, yakni teks kakawin Dharmaśūnya yang berkembang di lingkungan keraton Kartasura sekitar abad ke-18 (naskah UB Leiden NBG 95). Dengan demikian, tradisi teks Dharmaśūnya di Jawa—yang notabenenya cukup berbeda dari tradisi Bali—dapat dipahami lebih lanjut. Tulisan ini setidaknya akan menegaskan kembali hipotesa-hipotesa akan pentingnya peran skriptoria Merapi-Merbabu dalam kesinambungan tradisi kesusastraan Jawa Kuno di Jawa sendiri, termasuk horizon yang ditawarkan melalui teks naskah-naskahnya.
Translated title of the contributionDown from the Mountain: Dharmaśūnya in the Javanese tradition
Original languageIndonesian
Publication statusPublished - 25 Aug 2023
EventInternational Kawi Culture Festival - Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia
Duration: 24 Aug 202328 Aug 2023
https://kawisociety.org/

Conference

ConferenceInternational Kawi Culture Festival
Country/TerritoryIndonesia
CityDenpasar
Period24/08/2328/08/23
Internet address

Keywords

  • Dharmaśūnya
  • Merapi-Merbabu
  • Kartasura
  • Surakarta
  • philology
  • textual history

Fingerprint

Dive into the research topics of 'Down from the Mountain: Dharmaśūnya in the Javanese tradition'. Together they form a unique fingerprint.

Cite this