Abstract
Kidung Rumĕksa ing Wĕngi ‘the song guarding at night’ is a song (kidung) that is famous among Javanese people. This song, which is traditionally attributed to Sunan Kalijaga, is believed to have the power to prevent the person who sings it from all misfortune. Therefore, in a number of cases, this song is considered a mantra composed in the macapat song.
There have been many studies on this text (Arps 1996, Setyawati 2006, Ricci 2012, Widodo 2018, etc.), but these studies have not placed it in the historical series of tantrism in Java. This song does express striking Islamic elements, but systemically this song conveys a strong tantric impression, especially in terms of the practice of nyāsa ‘placing divine power into the parts of the body’. In this practice, the positions of pre-Islamic gods are replaced in parallel by key figures in Islam, from the prophets to those closest to the Prophet Muhammad (ṣaḥābah). Nyāsa is the most common method in the tantric tradition (White 2000).
This paper places Kidung Rumĕksa ing Wĕngi in the history of tantric texts in Java. A comparison between the text of Kidung Rumĕksa ing Wĕngi and pre-Islamic Javanese tantric texts will show the continuity and transformation of tantrism teachings in post-Islamization Java.
***
Kidung Rumĕksa ing Wĕngi adalah nyanyian yang terkenal di masyarakat Jawa. Nyanyian yang diatribusikan kepada Sunan Kalijaga ini, diyakini memiliki kekuatan yang dapat menghindarkan orang yang menyanyikannya dari segala kemalangan. Oleh karena itu, dalam sejumlah kasus, nyanyian ini dianggap sebagai mantra yang digubah dalam komposisi tembang macapat.
Sudah banyak kajian terhadap teks ini (Arps 1996, Setyawati 2006, Ricci 2012, Widodo 2018, dll.), namun kajian-kajian tersebut belum menempatkan teks kidung ini dalam rangkaian kesejarahan tantrisme di Jawa. Nyanyian ini memang menyuratkan anasir Islam yang mencolok, namun secara sistem nyanyian ini menyiratkan kesan tantrik yang kuat, khususnya dalam hal praktik nyāsa ‘menempatkan kekuatan dewata ke bagian-bagian tubuh’. Dalam praktik itu, kedudukan dewa-dewa pra-Islam digantikan secara paralel oleh tokoh-tokoh kunci dalam Islam, mulai dari nabi-nabi hingga orang-orang terdekat Nabi Muhammad (ṣaḥābah). Nyāsa merupakan cara paling umum dalam tradisi tantra (White 2000).
Makalah ini menempatkan Kidung Rumĕksa ing Wĕngi dalam kesejarahan teks-teks tantrik di Jawa. Perbandingan antara teks Kidung Rumĕksa ing Wĕngi dengan teks-teks tantrik Jawa pra-Islam akan memperlihatkan adanya kesinambungan dan transformasi ajaran tantrisme di Jawa pasca islamisasi.
There have been many studies on this text (Arps 1996, Setyawati 2006, Ricci 2012, Widodo 2018, etc.), but these studies have not placed it in the historical series of tantrism in Java. This song does express striking Islamic elements, but systemically this song conveys a strong tantric impression, especially in terms of the practice of nyāsa ‘placing divine power into the parts of the body’. In this practice, the positions of pre-Islamic gods are replaced in parallel by key figures in Islam, from the prophets to those closest to the Prophet Muhammad (ṣaḥābah). Nyāsa is the most common method in the tantric tradition (White 2000).
This paper places Kidung Rumĕksa ing Wĕngi in the history of tantric texts in Java. A comparison between the text of Kidung Rumĕksa ing Wĕngi and pre-Islamic Javanese tantric texts will show the continuity and transformation of tantrism teachings in post-Islamization Java.
***
Kidung Rumĕksa ing Wĕngi adalah nyanyian yang terkenal di masyarakat Jawa. Nyanyian yang diatribusikan kepada Sunan Kalijaga ini, diyakini memiliki kekuatan yang dapat menghindarkan orang yang menyanyikannya dari segala kemalangan. Oleh karena itu, dalam sejumlah kasus, nyanyian ini dianggap sebagai mantra yang digubah dalam komposisi tembang macapat.
Sudah banyak kajian terhadap teks ini (Arps 1996, Setyawati 2006, Ricci 2012, Widodo 2018, dll.), namun kajian-kajian tersebut belum menempatkan teks kidung ini dalam rangkaian kesejarahan tantrisme di Jawa. Nyanyian ini memang menyuratkan anasir Islam yang mencolok, namun secara sistem nyanyian ini menyiratkan kesan tantrik yang kuat, khususnya dalam hal praktik nyāsa ‘menempatkan kekuatan dewata ke bagian-bagian tubuh’. Dalam praktik itu, kedudukan dewa-dewa pra-Islam digantikan secara paralel oleh tokoh-tokoh kunci dalam Islam, mulai dari nabi-nabi hingga orang-orang terdekat Nabi Muhammad (ṣaḥābah). Nyāsa merupakan cara paling umum dalam tradisi tantra (White 2000).
Makalah ini menempatkan Kidung Rumĕksa ing Wĕngi dalam kesejarahan teks-teks tantrik di Jawa. Perbandingan antara teks Kidung Rumĕksa ing Wĕngi dengan teks-teks tantrik Jawa pra-Islam akan memperlihatkan adanya kesinambungan dan transformasi ajaran tantrisme di Jawa pasca islamisasi.
Original language | English |
---|---|
Publication status | Published - 9 Jul 2024 |
Event | AAS-in-Asia 2024: Global Asias: Latent Histories, Manifest Impacts - Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Duration: 9 Jul 2024 → 11 Jul 2024 https://aasinasia.ugm.ac.id/ |
Conference
Conference | AAS-in-Asia 2024 |
---|---|
Country/Territory | Indonesia |
City | Yogyakarta |
Period | 9/07/24 → 11/07/24 |
Internet address |