Period26 Apr 2021 → 12 Sept 2023

Media coverage

3

Media coverage

  • TitleNobar Kembara sambil Diskusi Perkembangan Film Jatim
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size7 paragraphs
    Country/TerritoryIndonesia
    Date21/07/21
    DescriptionSURABAYA, Jawa Pos – ’’Rasakan kopinya, jangan copy-kan rasanya,” kata sineas asal Malang Arief Akhmad Yani. Dia mengungkapkan pengalamannya saat membuat film. Ada juga sineas dan akademisi yang menyatakan kesannya tentang industri film Jawa Timur. Mereka mendiskusikannya sembari nonton bareng atau nobar film dokumenter Kembara. Yakni, film dokumenter tentang perkembangan seni film di Jawa Timur.

    Agenda itu dilakukan secara virtual di kanal Zoom Sabtu (17/7). Sebelumnya, film Kembara diputar selama 59 menit sebagai materi diskusi. Dalam film itu terdapat rekaman video pernyataan para sineas pengamat tentang film Jawa Timur. Mulai perkembangannya, kesan saat mengerjakan film, hingga solusi dari para pengamat.

    Seusai menonton film, seniman Taufik Hidayat mengawali diskusi dengan menceritakan problematika seni film di Jawa Timur. Menurut dia, riset atau penelitian perlu ditingkatkan untuk pengembangan film ke depan. Itu digunakan untuk memberikan solusi dan saran bagi sineas jika ingin membuat film. ’’Riset nanti disusun sesuai genre film yang diangkat agar lebih detail,” papar pria yang akrab disapa Taufik Monyong itu.

    Kemudian, akademisi yang meneliti dunia perfilman IGAK Satrya Wibawa juga berkomentar. Dia menanggapi isu perfilman era 2000-an yang mengarah pada karakter kedaerahan. Karena itu, proses pembuatan film juga harus melibatkan komunitas seni di daerah masing-masing. Sebab, tiap daerah memiliki ciri yang khas. Misalnya, Surabaya dikenal sebagai daerah industri yang memiliki banyak pabrik.

    ’’Nanti lembaga-lembaga kebudayaan di kota itu bisa terlibat sekaligus diberi ruang sponsorship,” kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga itu.

    IGAK juga memberi saran untuk dunia akademisi. Misalnya, agenda diskusi atau pertemuan film di kampus-kampus. Menurut dia, hal itu mendorong terciptanya ruang publik untuk dunia perfilman. Akan ada berbagai masukan yang tercipta untuk pengembangan seni perfilman jika hal itu bisa diwujudkan.

    ’’Intinya harus ada sinergi dari semua kalangan,” tandasnya.
    Producer/AuthorJawa Pos
    PersonsProbo Darono Yakti
  • TitleBagaimana Bisa Bambu Menang Lawan Tank di Pertempuran 10 November?
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawaPos.com
    Media typePrint
    Duration/Length/Size11 paragraphs
    Country/TerritoryIndonesia
    Date10/07/21
    DescriptionJawaPos.com–Strategi gerilya menjadi salah satu faktor utama kemenangan Indonesia melawan sekutu pada pertempuran 10 November. Kesiapan perang Sekutu dan Belanda sangat mumpuni bila dibandingkan dengan pejuang Indonesia.

    Menurut Probo Darono Yakti, dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jatim (UPN) Surabaya, faktor kemenangan Indonesia salah satunya didorong oleh doktrin keamanan Indonesia, yakni hankamrata. Salah satu strategi yang diterapkan adalah perang gerilya.

    ”Indonesia baru merdeka beberapa bulan. Sementara sumber daya, resource itu masih sangat terbatas. Jadi dalam kondisi yang sangat terpepet, senjata seadanya, mulai dari bambu runcing, senjata api rampasan dari Jepang. Jadi berdasar keterbatasan sumber daya itu, akhirnya strategi hack the system dengan perang gerilya,” tutur Probo pada Rabu (10/11).

    Strategi itu disempurnakan dengan gerakan grass root jadi kuncinya. Dalam pertempuran 10 November di Surabaya, pemuda yang bertempur bukan hanya datang dari Surabaya. Namun dari berbagai wilayah di area Surabaya.

    ”Ada yang dari Sidoarjo. Ada juga tempat yang jadi konsentrasi massa. Dari Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, massa itu kan makin terkonsentrasi ke Surabaya. Menggempur sekutu yang diboncengi Belanda,” tutur lulusan Universitas Airlangga jurusan Hubugnan Internasional itu.

    Probo menilai, value utama dari kemenagnan dan pertempuran 10 November adalah bondo nekat atau bonek. Sebab, untuk melawan sekutu dengan tank baja dan senjata yang jauh lebih canggih, pejuang Surabaya hanya berbekal alat seadanya atau membonek.

    ”Senjata sekutu ada tank baja dan lain sebagainya. Kita itu cuma bondo nekat. Value utamanya, dalam kondisi terdesak, gerakan massa dari berbagai suku, agama, ras, itu punya 1 visi yang sama. Semangatnya 17 Agustus 1945. Konsentrasinya di situ,” terang Probo.

    Semangat pejuang kemudian terus disulut pahlawan-pahlawan seperti Residen Soedirman, Roeslan Abdul Ghani, KH Hasyim Asy'ari. Peran tokoh ini adalah memperkuat basis massa. Mereka bisa menggemakan semangat dan gelora.

    ”Ada 300 ribu pemuda yang tewas di depan Jalan Pahlawan. Di Tugu Pahlawan kan ada makan pahlawan yang tidak dikenal. Secara saintifik, perang gerilya,” tegas Probo.

    Menurut sosok yang baru saja meluncurkan buku bertajuk Poros Maritim Dunia, itu pertempuran 10 November merupakan awal implementasi strategi gerilya. Secara konseptual, sebelum kemerdekaan, belum ada strategi gerilya secara nyata.

    ”Kalau dulu, sebelum merdeka, itu kan belum ada yang bisa mengatakan Pangeran Diponegoro berjuang demi Indonesia. Dulu kan negara belum terbentuk. Kepentingannya untuk mengusir Belanda. Setelah merdeka, kepentingan atau interest ya untuk Indonesia. Penggunaan grass root, senjata rampasan atau tradisional seperti busur dan panah, sama semua. Setelah merdeka, semua berupaya untuk Indonesia tidak dijajah dan bisa berdiri secara merdeka,” ucap Probo.
    Producer/AuthorSurabaya Raya
    PersonsProbo Darono Yakti
  • TitleMenyisakan Empat Anabul, Lainnya Diadopsi
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size5 paragraphs
    Country/TerritoryIndonesia
    Date16/05/21
    DescriptionPROBO mengungkapkan bahwa ketertarikan memelihara kucing dimulai dari sang ibu, Hestining Probowati. Dia merupakan pencinta hewan sejak belia. Terutama kucing dan anjing. Hal itu diikuti oleh anak-anaknya sejak kecil.

    Awalnya, keluarga Probo memelihara kucing liar atau stray cats. Namun, sejak 2010, mereka memutuskan memelihara kucing ras. Nero dan Sachi pun menjadi dua kucing ras yang diadopsi mereka. Lantas, keduanya pun kawin dan memiliki 18 anak.

    Sebagian anak-anaknya diperkenankan diadopsi orang lain. Sebab, keluarga Probo ingin fokus mengurus anabul dengan baik meski sedikit. Tentunya dengan skrining ketat orang-orang yang akan mengadopsi. Menurut Probo, pihak yang mengadopsi bahkan tersebar mulai Pulau Jawa hingga Sumatera. ’’Jadi, yang dipelihara cuma Karen dan Pesek,” ujar Probo.

    Probo menjelaskan pohon keluarga anabulnya saat ditemui Jumat lalu (7/5) di kediamannya. Karen dan Pesek diakui sangat dekat satu sama lain. Mereka berdua memiliki sifat dan kebiasaan yang mirip. Misalnya kerap tidur dan nongkrong bersama. Tempat favorit mereka saat tidur adalah di bawah kolong kasur bapak dan ibu Probo. Sedangkan tempat nongkrong favorit keduanya adalah di taman kecil atas kamar.

    Berbeda dengan kedua orang tuanya, Nero dan Sachi. Nero dianggap kucing yang pemalas, tetapi kerap kali manja pada Probo. Kucing jantan satu-satunya di keluarga itu kerap menghabiskan waktu di teras rumah untuk makan rumput. Berbeda dengan Sachi yang sangat manja dan dekat dengan sang adik, Salsabilla Kristinawati. Terkadang, Sachi juga ikut nongkrong bersama kedua anaknya di taman kecil.

    Mereka semua juga bergantian keluar masuk kandang. Sesama betina dikeluarkan jika jantan sedang masuk kandang, dan sebaliknya. Misalnya saat Sachi, Karen, dan Pesek keluar, Nero masuk kandang. Itu dilakukan untuk menghindari si jantan kawin sembarangan. Pilihan sterilisasi pun tidak diambil karena keluarga Probo memiliki rasa trauma di masa lalu.

    ’’Kucing-kucing kami yang jantan rentan kena penyakit urine. Jadi, pencegahannya seperti itu daripada disteril,” kata pria yang berprofesi sebagai dosen hubungan internasional di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur itu. Sistem tersebut dianggap lebih aman. Di samping, mereka juga rutin divaksin untuk mencegah penyakit lain.
    Producer/AuthorPet
    PersonsProbo Darono Yakti

Media contributions

5

Media contributions

  • TitleMIKTA Tidak Sebatas Kongko Diplomatik
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size800 words
    Country/TerritoryIndonesia
    Date12/09/23
    DescriptionDI sela-sela pertemuan G20 di India dua hari lalu (10/9), Indonesia memimpin sesi KTT MIKTA. MIKTA merupakan blok kerja sama antara Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. MIKTA yang lahir di tengah-tengah pertemuan G20 memiliki peran dan kontribusi yang signifikan sebagaimana BRICS yang merepresentasikan 3,6 miliar orang dan GDP US$ 16,6 triliun atau 47 persen dan 22 persen dari populasi dan GDP global. Tentu terdapat desakan bahwa MIKTA tidak sebatas pertemuan sela terhadap G20. Namun dapat diformalkan menjadi sebuah KTT yang tidak sebatas ”kongko diplomatik”.

    Pada 2021 total populasi dari negara MIKTA kurang lebih 1,6 miliar jiwa yang merepresentasikan 21 persen populasi dunia. Negara-negara MIKTA merupakan pemain penting dalam ekonomi global. Pada 2021 GDP dari seluruh anggotanya kurang lebih US$ 7,5 triliun yang merepresentasikan 9 persen dari GDP global. Di dalam konstelasi G20, Korea menjadi negara dengan posisi 12 dunia, disusul kemudian Australia posisi 14, Meksiko 15, Indonesia ranking 16, dan Turki di posisi terakhir, 19.

    Posisi signifikan MIKTA setidaknya dapat diarahkan pada pembahasan isu-isu penting global. Tidak sebatas blok kerja sama ekonomi dan sinkronisasi kebijakan untuk memberikan desakan pada institusi finansial internasional saja. Namun melebar pada pembahasan hal-hal yang prospektif ke depan.

    Baca Juga: Banyak Ditemukan di Kawasan Asia Tenggara, Peneliti Ungkap Khasiat Kunyit untuk Obat Pencernaan

    Pertama, tentang isu perubahan iklim global. Dengan memegang ketua MIKTA 2023, Indonesia dapat senantiasa memberikan pesan-pesan kepada dunia internasional dalam rangka mendorong kerja sama berkelanjutan di dalam persoalan lingkungan. Meksiko seperti halnya Indonesia adalah negara yang rentan dengan deforestasi. Korea Selatan dan Turki memiliki isu yang sama, yakni kelangkaan air. Begitu pula Australia yang rentan akan dampak dari naiknya permukaan laut.

    Pertemuan MIKTA seyogianya dapat diarahkan untuk mengatasi perubahan iklim itu dengan saling bekerja sama dalam mengentaskan isu lingkungan. Terutama dengan bertukar pengalaman dalam mengatasi bencana dan menghadapi dampak negatif dari perilaku manusia terhadap alam.

    Kedua, dalam isu kesehatan global yang ditandai dengan pandemi Covid-19, kerja sama kelima negara dapat menjadi pilar penting dalam mewujudkan arsitektur kooperasi kesehatan di antara lima negara. Kesiapsiagaan dan mengedepankan kepentingan bersama dari negara-negara MIKTA dapat diutamakan untuk memberikan keteladanan kepada dunia internasional bahwa solidaritas kemanusiaan di atas kepentingan negara untuk bertahan hidup secara individual. Pertukaran tenaga medis dan pemberian beasiswa kepada dokter-dokter terbaik negara MIKTA dapat menjadi solusi dalam pengentasan krisis kesehatan yang terjadi di kemudian hari. Pun juga dapat belajar dari kesuksesan Indonesia dalam menerapkan kebijakan PPKM yang dianggap jauh lebih sukses daripada negara yang memutuskan untuk menguntara (mengunci sementara) seluruh wilayahnya.

    Ketiga, menyoal transformasi digital yang menjadi perhatian bagi berbagai pihak dengan tumbuhnya kecerdasan buatan di era industri keempat. Korea, misalnya, yang saat ini memiliki kapasitas dalam mengembangkan teknologi otomotif dan semikonduktor yang canggih dapat membagikan praktik baiknya kepada negara MIKTA yang lain. Termasuk pengembangan mobil listrik dan energi baru terbarukan lain yang menjadi pokok perhatian serius dari berbagai negara emerging economy, termasuk Indonesia.

    Baca Juga: Media Korut Konfirmasi Kim Jong Un Kunjungi Rusia, Perjalanan Pertamanya ke Luar Negeri Sejak April 2019

    Keempat, keamanan regional yang tiap negara merepresentasikan kawasan yang berbeda-beda. Australia dengan Oseania atau Pasifik Barat Dayanya, Indonesia dengan Asia Tenggaranya, Korea Selatan dengan Asia Timurnya, Turki yang ada di kawasan antara Timur Tengah dan Eropa, serta Meksiko yang berada di tengah-tengah Benua Amerika. Kelimanya memiliki peran penting dan strategis sebagai kekuatan menengah secara militer. Termasuk memastikan keamanan regional dapat memberikan ketenteraman dan situasi yang kondusif di kawasan sebagaimana menjadi tolok ukur utama dalam faktor masuknya investasi dan pertumbuhan ekonomi.

    Sejak berdiri, pembahasan pada forum-forum MIKTA belum sempat mencakupi isu-isu yang berkaitan dengan keamanan kawasan, termasuk keamanan nasional dari tiap-tiap anggotanya. Padahal, terorisme, keamanan siber, dan potensi kerawanan konflik di regional dapat menjadi perhatian khusus.

    Terakhir, pada aspek ekonomi negara-negara MIKTA yang menjadi pemain penting dalam perekonomian global secara berkelompok dapat menyinkronkan kebijakan ekonomi serta kerja sama yang mempromosikan secara proaktif pertumbuhan ekonomi dan kerja sama di bidang perdagangan, investasi, dan inovasi. Upaya-upaya tersebut apabila dijalankan secara simultan dan tanpa jeda niscaya mampu mengubah peta geoekonomi global yang saat ini sedang bangkit sejak pandemi Covid-19.

    MIKTA setidaknya dapat menjadi suatu jembatan emas bagi tercapainya agenda ekonomi global. Termasuk mengakselerasi lahirnya negara-negara emerging economy baru sebagaimana negara-negara MIKTA berada di bawah blok G7 dan BRICS. Semakin banyak negara emerging economy bermunculan dari negara-negara berkembang, semakin dapat tercapai agenda besar agar 21 persen populasi dan 9 persen GDP ini dapat mengakselerasi laju pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan.

    Pada akhirnya, lagi-lagi KTT MIKTA pada tahun 2023 ini tentu seharusnya tidak lagi dapat dipandang sebagai ajang untuk kongko diplomatik semata. Namun harus menghasilkan suatu agenda perubahan yang diiringi aksi konkret dari tiap negaranya. Terutama ketika kepemimpinan Indonesia yang memegang peran ketua sekaligus tuan rumah pada tahun ini, yang berturut-turut setelah menghelat agenda sebagai tuan rumah G20 tahun lalu, begitu pula dengan ASEAN pada tahun ini. Besar harapan MIKTA merupakan representasi dari kekuatan menengah dalam segi ekonomi dan populasi. Saatnya MIKTA beralih menjadi sebuah kemitraan yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih berkelanjutan. (*)
    Producer/AuthorKolom Opini
    PersonsProbo Darono Yakti
  • TitleSetengah Hati Siaga Tempur
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size800 words
    Country/TerritoryIndonesia
    Date25/04/23
    DescriptionOPERASI pembebasan sandera pilot Phillip Mertens kembali memakan korban setelah Pratu Miftahul Arifin dinyatakan gugur pada pekan lalu saat melawan kelompok separatis teroris (KST) Operasi Papua Merdeka (OPM). Masih ditambah dengan Pratu Ibrahim, Pratu Kurniawan, dan Prada Sukra yang secara resmi diumumkan oleh Pusat Penerangan TNI pada Kamis (20/4).

    Dengan gugurnya empat prajurit ini, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dengan didampingi KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan Pangkostrad Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak bertolak ke Papua dan mengevaluasi secara resmi keseluruhan operasi TNI di wilayah-wilayah rentan di Papua. Kemudian diumumkanlah status siaga tempur.

    Dari Pendekatan ”Humanis” ke Siaga Tempur

    Publik terus mengkritisi penggunaan istilah pendekatan ”humanis” yang selama ini digunakan TNI/Polri dalam menegakkan hukum di wilayah yurisdiksi NKRI. Terutama banyak berjatuhannya korban dengan gugurnya pasukan elite sekelas Raider. Tentu Cilangkap (Mabes TNI) telah mempertimbangkan beberapa aspek yang menunjukkan bahwa eskalasi lanjutan akan berimbas pada tingkat kehati-hatian pasukan. Termasuk nasib warga sipil yang terdiri atas perempuan dan anak-anak sebagai tameng hidup KST.

    Baca Juga: Lebaran di Negeri Orang: Perhatian Keluarga Asuh dan Umrah Jalur Darat dari Eropa (2-Habis)

    Pemerintah terkunci dalam suatu kondisi dilematis ketika harus dihadapkan pada pilihan untuk mengambil pendekatan yang bebas pelanggaran HAM sebagaimana Jakarta selalu dikecam dunia internasional. Sedangkan ancaman nyata dari KST tidak terbendung sehingga perlu aksi konkret untuk melumpuhkan gerak-gerik KST. Oleh karena itu, dengan melihat kondisi lapangan yang sedemikian rupa, TNI sekali lagi perlu mempertimbangkan untuk mengambil tindakan tegas terukur dengan tetap memperhatikan penggunaan unsur warga sipil. Salah satunya search and destroy yang pernah digunakan dalam Kedaruratan Malaya dan Perang Vietnam lebih dari seabad lalu.

    Strategi Kontragerilya

    Indonesia harus menyadari posisinya sebagai negara yang mengalami kemajuan pesat dalam kemiliteran, baik dari segi alutsista maupun keterampilan pasukan. Oleh karena itu, posisi asimetris antara TNI dan KST seyogianya dapat disikapi dengan menerapkan strategi kontragerilya berdasar search and destroy. Melihat fakta bahwa KST menguasai kontur wilayah Papua yang masih terdiri atas hutan lebat, dalam hal ini penerapan countermeasures dapat menggunakan peranti seperti helikopter serang dan pasukan-pasukan infanteri pemburu terbaik yang dimiliki TNI seperti Komando Operasi Khusus (Koopsus).

    Koopsus sendiri paling ideal diterjunkan mengingat komposisinya yang terdiri atas pasukan elite terpilih dari ketiga matra. Operasi ”siaga tempur” yang ideal semestinya dengan menempatkan Koopsus dengan bantuan intelijen untuk dioperasikan mengejar target berupa tokoh-tokoh utama, baik hidup maupun mati. Hal itu wajar mengingat status dari OPM sendiri telah ditingkatkan dari kelompok kekerasan bersenjata (KKB) menjadi KST yang juga melibatkan aspek ”teror” di dalam penyebutannya. Operasi kontrateror pun juga masuk dalam kontragerilya maupun countermeasure secara umum.

    Baca Juga: Marc Marquez Absen Lagi di GP Spanyol, Iker Lecuona Gantinya

    Lebih lanjut, pendekatan search and destroy juga perlu melibatkan segenap komponen pasukan reguler untuk melakukan penyerbuan di setiap titik yang memang dicurigai sebagai sarang KST. Penyerbuan dapat memastikan posisi pasti di tengah-tengah hutan yang harus diakui menjadi keunggulan tempat dari pasukan KST saat ini. Pemberangkatan pasukan reguler ini semestinya digunakan untuk memperkuat organik dari Kodam XVII/Cenderawasih dan XVIII/Kasuari. Serta meningkatkan operasi tidak hanya perkuatan teritorial, namun juga menjadi bagian besar dari penyergapan.

    Waspadai Intervensi Asing dan Keterlibatan Otoritas Daerah

    Intervensi asing menjadi salah satu aspek yang menjadi perhatian pemerintah pusat. Jakarta dapat secara lebih aktif mengirimkan pesan-pesan diplomatik kepada negara-negara tetangga agar tidak ikut campur dalam urusan domestik, termasuk Papua yang masuk wilayah yurisdiksi RI. Keaktifan Indonesia di Pacific Island Forum dan juga Melanesian Spearhead Group diperlukan. Di samping secara internal pemerintah dapat memberikan pemahaman bahwa persoalan KST yang menahun juga perlu dikorelasikan dengan faktor-faktor yang berasal dari dalam. Misalnya kasus korupsi tokoh-tokoh politik Papua yang diindikasikan memiliki hubungan ”main mata” dengan KST.

    Bukan Lagi soal HAM

    Dengan melihat kompleksitas dampak akibat ulah KST, sudah semestinya pemerintah perlu pendekatan yang lebih holistis dalam menyelesaikan persoalan Papua. Upaya TNI untuk meningkatkan status ”siaga tempur” juga harus secara gayung bersambut oleh pemerintah untuk memberikan daya dukung terbaik dalam menempuh langkah yang jauh lebih tegas, termasuk dalam memberikan statemen dan kecaman terhadap KST. Kondisi Papua saat ini urgen untuk dinyatakan langsung oleh Presiden Jokowi bahwa OPM memang merupakan KST agar berikutnya terdapat pernyataan untuk menindak tegas.

    Baca Juga: Buntut Kasus Penganiayaa Anaknya Viral, AKBP AH Diperiksa di Propam Polda Sumut

    Evaluasi total dari strategi penyelesaian masalah Papua dibutuhkan. Alih-alih tidak hanya supaya kondisi Papua damai dengan ”cara Indonesia” belaka, namun juga menjawab tuduhan dunia internasional bahwa dalam beberapa aspek pelanggaran HAM jauh lebih berdampak dengan ulah KST sendiri. Termasuk di dalamnya memulihkan kewibawaan otoritas pertahanan dan keamanan dalam hal ini TNI dan Polri yang akhir-akhir ini terus makin disoroti. Semoga perdamaian di tanah Papua segera terwujud. (*)
    Producer/AuthorKolom Opini
    PersonsProbo Darono Yakti
  • TitlePemblokiran Platform dan Transformasi Digital
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size800 words
    Country/TerritoryIndonesia
    Date3/08/21
    DescriptionKABAR pemblokiran beberapa platform digital seperti Steam, PayPal, dan Yahoo oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Sabtu (30/7) lalu menggegerkan publik. Meskipun diikuti dengan keputusan pembukaan sementara, misalnya PayPal hingga 5 Agustus. Platform-platform yang diblokir itu dinilai Kemenkominfo telah melanggar sejumlah aturan. Antara lain PP 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menkominfo 5/2020 jo 10/2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Pada aturan itu disebutkan, platform yang beroperasi di Indonesia wajib untuk didaftarkan sebagai PSE ke Kemenkominfo sesuai dengan tenggat yang telah ditentukan pada Jumat (29/7).

    Kebijakan blokir yang mulanya juga menyasar platform seperti Google, Instagram, dan WhatsApp ini menuai protes masyarakat. Steam, misalnya, sangat digandrungi oleh kaum remaja sampai dewasa di Indonesia. Terutama para atlet e-sport yang mengandalkan platform ini untuk mengakses gim (game) yang biasa dipertandingkan. Pun para gamers yang sudah barang pasti kesulitan untuk memainkan gim favoritnya.

    Dengan pemblokiran PayPal, para pekerja lepas atau freelance tidak dapat mengakses dana dari luar negeri. Laman web ini biasa menjadi perantara untuk menerima transfer dana dari mata uang internasional.
    Rekam Jejak Pemblokiran

    Sebelum kebijakan pemblokiran platform-platform tersebut, acap kali kebijakan Kemenkominfo menuai kontroversi pada khalayak luas. Kembali ke 2013 silam ketika laman web seperti Reddit, Vimeo, dan Tumblr yang masing-masing memiliki peruntukan sebagai forum diskusi, video, dan blog. Pemblokiran tiga laman web ini atas alasan kandungan konten pornografi dan SARA yang sebenarnya masih menjadi perdebatan pada waktu itu. Karena dianggap klaim sepihak dari Kemenkominfo tanpa ada pertimbangan partisipasi masyarakat.

    Keberadaan Peraturan Menkominfo 5/2020 jo 10/2021 tentang PSE Lingkup Privat pun menuai kritik. Salah satunya dari LSM SafeNET yang menganggap PSE mengabaikan ruang kebebasan berpendapat. Terutama pencantuman pasal-pasal karet yang juga ditemukan sebagaimana halnya UU ITE. Aturan-aturan tersebut dapat menjerat siapa pun masyarakat yang menggunakan platform media sosial yang berada di luar koridor dengan persepsi pemerintah terhadap berbagai aspek.

    Terdapat setidaknya masalah-masalah yang melingkupi pemblokiran Kemenkominfo dalam skema PSE ini. Pertama, platform digital yang melakukan pendaftaran diwajibkan untuk melakukan upaya-upaya takedown pada konten-konten yang dianggap meresahkan masyarakat. Konten yang dianggap meresahkan masyarakat sebagaimana pada Pasal 9 Permenkominfo 5/2020 ini belum ditentukan standarnya, apakah dalam bentuk petunjuk teknis atau ketentuan-ketentuan lanjutan. Untuk poin ini, seharusnya Kemenkominfo dapat bekerja secara sinergis dengan pakar media dan komunikasi dari perguruan tinggi untuk menentukan batasannya.

    Kedua, terdapat kewenangan yang dalam batasan tertentu cukup berlebihan, terutama pasal 11 yang menekankan sanksi pemutusan akses. Hal ini cukup mengindikasikan adanya wewenang sensor sebagaimana yang pernah terjadi pada tahun 1984 dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Penerangan 1/1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

    Belum lagi, terdapat wewenang dari penegak hukum atau pemerintah untuk melihat isi percakapan privat dengan alasan penegakan hukum. Kondisi itu menunjukkan bahwa terjadi pengawasan pada masyarakat yang cenderung eksesif sehingga membelenggu kebebasan berpendapat di dalam iklim negara demokrasi.
    Misi Transformasi Digital pada G20

    Memang terdapat catatan dan sorotan yang berlebih pada peraturan Menkominfo terkait PSE ini, termasuk langkah sepihak dengan adanya pemblokiran dan penyensoran pada platform dan konten digital. Langkah ini dalam batasan tertentu terlalu regresif. Yakni ketika dihadapkan sebuah realitas bahwa masyarakat Indonesia masih dilanda ironi kesenjangan akses pada dunia digital, terutama di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Masalah ini jauh lebih kompleks apabila dibandingkan dengan persoalan pemblokiran dan penyensoran platform atau konten.

    Sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh DiMaggio & Hargittai (2001) dan Chen & Wellman (2004), kesenjangan digital dialami antara negara-negara berkembang dan negara maju. Terlebih akses pada peranti teknologi yang dimiliki oleh tiap individu maupun kesenjangan generasi teknologi yang diusung dan diaplikasikan negara. Misalnya, saat ini Indonesia berada dalam standar teknologi seluler 4G dalam pemakaian masif dan umum di masyarakat, pada saat rata-rata di negara-negara lain teknologi 5G telah digunakan. Indonesia seharusnya cukup terpukul dengan kondisi ini, terlepas dari berbagai pembangunan infrastruktur teknologi fiber optik seperti yang ada dalam proyek Palapa Ring.

    Selain itu, penting memberikan sorotan pada salah satu agenda penting yang dibahas dalam presidensi Indonesia di G20 pada tahun ini. Adalah transformasi digital yang dipromosikan Indonesia sebagai tuan rumah dengan menitikberatkan pada transformasi ekspo digital dan jaringan inovasi digital. Hal itu sebagaimana telah dibahas dalam 1st Digital Economy Working Group (DEWG) pada Maret lalu di Taman Budaya Mataram, Nusa Tenggara Barat.

    Indonesia berkomitmen untuk mendorong dialog berkelanjutan antara sektor privat dan pemerintah. DEWG ini fokus pada agenda pembangunan, baik infrastruktur maupun suprastruktur digital negara-negara G20, terutama membuka akses dari kesenjangan pada negara berkembang.

    Sudah seyogianya pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkominfo melihat isu ini secara lebih serius dan komprehensif, mengingat masyarakat luas telah peka terhadap perkembangan informasi. Beragam aksi yang dilakukan dengan tagar #BlokirKemenkominfo di berbagai media sosial membuka mata kita semua bahwa seperti halnya frekuensi radio dan televisi, platform teknologi informasi berhak diakses oleh masyarakat.

    Proses pengawasannya pun tentu harus dibuat dengan mengedepankan partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat. Tujuannya agar tidak berjalan sepihak seperti pengalaman-pengalaman Kemenkominfo terdahulu. Yakni dengan serta-merta menyalahgunakan wewenang untuk pemblokiran justru pada platform-platform yang telanjur digunakan (secara benar) oleh khalayak. Semoga. (*)
    Producer/AuthorKolom Opini
    PersonsProbo Darono Yakti
  • TitleAsa Reformasi DK PBB untuk Palestina
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size800 words
    Country/TerritoryIndonesia
    Date24/05/21
    DescriptionSERANGAN Israel ke Palestina terus menjatuhkan korban. Sampai Senin (17/5), korban tewas mencapai 197 jiwa, termasuk 58 anak-anak dan 34 perempuan dengan 1.230 orang luka-luka. Tindakan Israel yang melakukan serangan bertubi-tubi tanpa mengindahkan perikemanusiaan menuai kecaman dari negara-negara tetangga, termasuk Turki dan Iran.

    Tahun ini suara dukungan terhadap Palestina sebenarnya tampak sumbang ketika beberapa negara di Jazirah Arab membuka hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Israel. Dukungan yang konsisten dan konkret justru mengalir dari negara-negara Asia Tenggara. Senin malam (17/5) dukungan diungkapkan Presiden Jokowi bersama dua pemimpin negara Asia Tenggara, yakni Raja Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah dan Perdana Menteri Malaysia Tan Muhyiddin Yassin.

    Ada beberapa poin menarik dari pernyataan yang disampaikan secara terbuka dan disebarluaskan oleh Kementerian Luar Negeri ketiga negara. Pertama, desakan agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) segera menjamin keselamatan dan perlindungan warga sipil Palestina dalam rangka menegakkan perdamaian internasional. Kedua, meminta Majelis Umum PBB mengadakan sesi darurat guna membahas perkembangan dan menghasilkan resolusi perdamaian dengan tujuan mengakhiri kekejaman yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.

    Kedua poin di atas mempertanyakan kembali kedudukan PBB sebagai ”juru damai” dunia internasional yang berdiri sejak 24 Oktober 1945. Terutama peran dewan keamanan yang memiliki wewenang melakukan intervensi dan tanggung jawab untuk melindungi (R2P) dalam menangani isu-isu kemanusiaan. PBB telah lama menerima berbagai kritik pedas, terutama terkait dengan keberpihakan pada kekuatan-kekuatan besar yang menyokong dewan keamanan. Poin ini secara umum dipahami sebagai salah satu faktor yang menghambat pengakuan kedaulatan dan pengabaian terhadap krisis kemanusiaan di Palestina.

    Pengakuan terhadap Negara Palestina

    Dari sudut Palestina, perjuangan untuk memasukkan seteru Israel ini ke dalam keanggotaan PBB dimulai jauh sebelum 1988. Pada 14 Oktober 1974, PLO mendapatkan pengakuan dalam Sidang Umum PBB sebagai perwakilan rakyat Palestina dalam pertemuan tahunan. Sebulan berselang, PLO naik status menjadi pengamat nonnegara untuk mengikuti semua sesi sidang.

    Akhir Desember 1988, PLO secara resmi digantikan dengan panggilan ”Palestina”. Langkah konkret diwakili Presiden Mahmoud Abbas yang mewakili PLO mengajukan Palestina sebagai anggota PBB pada 23 September 2011 dan kemudian oleh sidang umum 29 November 2012 diakui sebagai negara pengamat nonanggota.

    Sedangkan dari sudut negara-negara lain, per hari ini (19/5) Palestina diakui 138 dari 193 atau 71,5 persen dari keseluruhan negara anggota PBB. Pengakuan terhadap Palestina pun memiliki bentuk yang bermacam-macam. Seperti pengakuan penuh dengan hubungan diplomatik, pengakuan tanpa hubungan diplomatik, dan pengakuan negara terhadap Palestina ”versi” kesepakatan 4 Juni 1967 pasca-Perang Enam Hari. Pengakuan pertama negara-negara anggota PBB dimulai dari permintaan untuk memasukkan Palestina sebagai negara anggota UNESCO pada November 1988 sampai Mei 1989.

    Setidaknya terdapat tiga negara besar anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang tidak mengakui Palestina sebagai negara berdaulat: Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Disusul di belakangnya negara-negara yang memiliki kekuatan seperti Australia, Kanada, Jerman, dan sebagian besar negara-negara Uni Eropa. Daftar ini mengindikasikan sebuah tren dalam memandang pengakuan Palestina akan menghalangi kepentingan negara-negara Barat. Meskipun Perang Dingin usai pada awal 1990-an dan telah merobek tirai besi yang memisahkan ”timur” dan ”barat”, unjuk kekuatan pemain besar dalam hubungan antarnegara masih sangat kental.

    Desakan Reformasi

    Daftar negara-negara anggota PBB yang mengakui Palestina menunjukkan bahwa Barat masih sangat berkepentingan dalam mendominasi negara-negara Timur yang dianggap ”eksotis”. Sejumlah negara pun telah mendesak untuk melakukan perombakan struktur dan keanggotaan DK PBB agar lebih inklusif dan terbuka sehingga dapat terbebas dari kooptasi kepentingan Barat.

    Dari Indonesia, Presiden Soekarno sejak lama melakukannya. Melalui pidato berjudul To Build the World Anew pada 1960, ia telah memasukkan kritik bahwa keanggotaan DK PBB harus menyesuaikan konteks zaman. Hal ini juga sejalan dengan langkah-langkah diplomasi Indonesia dalam memperkuat solidaritas Asia-Afrika melalui Deklarasi Bandung 1955 dan diwujudkan melalui Gerakan Nonblok.

    Presiden Abdurrahman Wahid pernah memberikan pernyataan lewat media pada 2001 bahwa PBB terlalu disetir kepentingan AS. Dengan kondisi itu, tentu saja PBB akan lebih berpihak pada Israel saat berbicara mengenai nasib rakyat Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    Desakan reformasi PBB kali terakhir disampaikan Presiden Joko Widodo pada 23 September 2020, ketika Indonesia masih duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Pada waktu itu, Jokowi juga mengkritik bahwa PBB harus lebih responsif dan efektif dalam menyelesaikan tantangan global sesuai dengan Piagam PBB yang tidak lagi diindahkan. Desakan senada dilakukan pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan dari seluruh dunia tanpa diindahkan dengan baik.

    Baca Juga: Sepuluh Tahun Menikah, Istri Akui Dua Anaknya dari Pria Lain

    Pada akhirnya, upaya kecam-mengecam yang sampai sejauh ini dilakukan berbagai pihak secara luas terancam akan tetap jalan di tempat saja. Kecuali bila sistem di dunia internasional bisa didorong untuk berubah agar semakin mengakomodasi kekuatan yang lebih inklusif di Dewan Keamanan PBB. Begitu pula dengan proses perdamaian di Palestina. (*)
    Producer/AuthorKolom Opini
    PersonsProbo Darono Yakti
  • TitleSetelah Subsunk Nanggala-402
    Degree of recognitionNational
    Media name/outletJawa Pos
    Media typePrint
    Duration/Length/Size800 words
    Country/TerritoryIndonesia
    Date26/04/21
    DescriptionSABTU (24/4) Indonesia mendapatkan kabar duka. Kepala staf TNI Angkatan Laut (KSAL) menyatakan bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 tenggelam atau subsunk. Pernyataan itu terlontar dalam konferensi pers setelah melebihi estimasi waktu 72 jam persediaan oksigen habis terhitung sejak Kamis (22/4).

    Sebelumnya, salah satu armada kebanggaan Indonesia ini hilang kontak saat mengikuti latihan penembakan senjata strategis TNI-AL 2021 di perairan utara Pulau Bali. Kapal selam buatan Jerman tahun 1981 ini dinyatakan tenggelam di kedalaman 850 meter. Bukti-bukti otentik berupa pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, dan botol oranye pelumas periskop kapal selam ditemukan di lokasi yang diduga kapal selam tersebut terakhir terlihat. Yakni, 43 kilometer dari Celukan Bawang.

    Upaya pencarian telah dilakukan secara maksimal dengan mengerahkan tenaga gabungan dari TNI-AL, Basarnas, Polri, KNKT, dan BPPT. Pemerintah Indonesia juga mendatangkan bantuan dari negara-negara. Singapura mengirimkan kapal Swift Rescue, Malaysia mengirimkan kapal Rescue Mega Bakti, dan Amerika Serikat mengirimkan pesawat Poseidon P8. Australia dan India juga mengirimkan kapal untuk membantu pencarian.

    Namun, upaya pencarian tak kunjung membuahkan hasil. Kapal selam yang pulang dari perbaikan total di Korea Selatan pada 2012 ini dinyatakan hilang kontak atau submiss hingga kemudian dinyatakan subsunk.

    Peran Vital

    Kapal selam memainkan peran penting dalam strategi pertahanan laut Nusantara (SPLN). Ia berguna untuk melakukan sabotase terhadap jalur perdagangan dalam kondisi perang. Dalam kondisi damai, kapal selam difungsikan untuk melakukan patroli laut di titik-titik strategis dalam wilayah perairan negara.

    Indonesia merupakan negara dengan komposisi wilayah dua pertiga merupakan perairan. Dengan komposisi itu, kepemilikan kapal selam sangat vital sebagai komponen terpenting dalam menjaga choke points dan alur-alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) yang ditetapkan berdasar Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982.

    Sampai saat ini, Indonesia memiliki lima kapal selam yang terdiri atas dua kelas. Yakni, kelas Cakra tipe 209/1300 buatan Jerman dan kelas Nagapasa atau Changbogo yang dibuat kerja sama antara PT PAL Indonesia dan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering Korea Selatan.

    Kelas Cakra terdiri atas KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402, sedangkan kelas Nagapasa terdiri atas KRI Nagapasa-403, Ardadedali-404, dan Alugoro-405. Nama kapal selam terakhir sudah dirakit penuh di Indonesia dengan mekanisme transfer teknologi dengan Korea Selatan.

    Dengan kepemilikan lima kapal selam plus kemampuan untuk memproduksi secara mandiri, Indonesia mampu menimbulkan fenomena yang di dalam kajian pertahanan disebut daya gentar (deterrence) terhadap situasi keamanan di kawasan Asia Tenggara. Daya gentar membuat negara berada di posisi aman dan negara lain akan menaruh kewaspadaan.

    Sejak 2011, Indonesia memesan tiga kapal selam sebagai bagian dari kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF). Langkah itu merupakan bagian rencana strategis dari modernisasi alutsista Indonesia. MEF terdiri atas empat tahap. Pertama, penetapan program, stabilisasi dan optimalisasi, persiapan regulasi, serta persiapan new future products yang sudah berjalan pada 2010–2014.

    Kedua, peningkatan kemampuan kerja sama produksi serta pengembangan new product yang juga sudah dijalankan pada 2015–2019. Barulah sampai pada tahap yang saat ini dijalankan, yakni pengembangan industri dan peningkatan kerja sama internasional. Tahap ketiga berlangsung pada 2020–2024. MEF keempat yang berlangsung pada 2025–2029 sampai pada level kemandirian industri pertahanan, kemampuan berkolaborasi secara internasional, dan pengembangan yang berkelanjutan.

    Restrukturisasi MEF

    Pekerjaan rumah yang berat menanti Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto. Selain harus merampungkan Masterplan 25 Tahun Pertahanan RI, sebagaimana yang ditegaskan dalam konferensi pers pencarian KRI Nanggala-402 pada Kamis (22/4), Kemenhan perlu merestrukturisasi MEF. Pemenuhan MEF, sebagaimana yang direncanakan sejak 2007, tidak hanya meliputi kepemilikan yang dianggap atribut pelengkap dalam rangka menakut-nakuti atau mengancam negara tetangga. Namun juga meliputi unsur kesiapsiagaan terhadap komponen alutsista pendukung di luar komponen pemukul seperti kapal selam.

    Setidaknya, ada dua hal yang perlu dievaluasi dalam peristiwa pilu subsunk KRI Nanggala-402. Pertama, pemantauan dan evaluasi ketat dari jajaran tertinggi TNI-AL terhadap kondisi terkini alutsista yang dioperasikan. Memang, sejumlah pihak seperti mantan kru kapal memberikan kesaksian bahwa sebelum berangkat selalu dilakukan pengecekan ketat kesiapan komponen kapal selam. Namun, perlu dipertimbangkan faktor usia kapal yang berpengaruh terhadap batasan pertimbangan apakah kapal perlu diperbaiki secara total atau mengganti dengan yang baru.

    Kedua, kemandirian Indonesia dalam operasi pencarian tampak kontras saat KRI Nanggala-402 dinyatakan hilang kontak. Ketika itu datang tawaran bantuan dari Singapura yang bersedia mengirimkan kapal penyelamat kapal selam Swift Rescue. Di satu sisi, Indonesia memang berhasil membangun solidaritas di antara negara-negara ASEAN atau setidaknya hubungan bilateral antara Indonesia dan Singapura. Namun, di sisi lain, kealpaan kepemilikan Indonesia terhadap kapal penyelamat kapal selam adalah bukti bahwa pemerintah belum serius dalam mengantisipasi kejadian-kejadian luar biasa seperti yang dialami saat ini.

    Baca Juga: KRI Nanggala-402 Tenggelam, AHY: 1 Nyawa Prajurit TNI Sangat Berharga

    Ini melahirkan pertanyaan besar terhadap komitmen pemerintah terkait pilar keamanan maritim dalam Poros Maritim Dunia atau Kebijakan Kelautan Indonesia. Namun, dalam suasana yang sedang berduka, kita seraya berdoa semoga para kru KRI Nanggala-402 selalu tabah sampai akhir menjaga kedaulatan NKRI dalam sebuah patroli abadi. Wira Ananta Rudira. (*)
    Producer/AuthorKolom Opini
    PersonsProbo Darono Yakti